Laman

Selasa, 26 Juni 2018

Membawa Pesan Menemahi di Ruang Tunggu


Suasana sedang tidak baik, kami sepertinya ada di masa perang, tinggal satu pemuka agama yang ada dan tugas kami adalah melindunginya karena dia bisa melihat kebijaksaan melampai penderitaan hari ini. Saya mendapat tugas mengantarkan 4 orang tentara bertemu dengan pemuka agama. Saya sendiri belum pernah bertemu dengannya. Dia ada di bangunan lama yang dilindungi oleh lapisan pendukung dan pelindungnya. Tidak semua orang dapat menembus lapisan ini tanpa seijin dari pemuka agama dan para pelindungnya.

Sesampainya di gedung, 4 tentara segera naik ke lantai paling atas menemui pemuka agama. Salah satu pelindung mendatangi saya dan mengatakan bahwa ada perempuan di perpustakaan yang mengaku wartawan. Dalam suasana kurang beruntung seperti ini sebuah kalimat berita bisa jadi sebuah perintah. Saya bergegas menuju perpustakaan dan menyapa semua orang disana. Beberapa sudah saya kenal atau lihat sebelumnya kecuali seorang perempuan. Saya mengajak dia bicara dan memperkenalkan diri. Perempuan ini bercerita tentang perjalanannya sampai gedung dan beberapa orang yang ada dalam lingkaran kami. Dia juga bercerita pertemuan terahir dan ciri-ciri fisik kawan-kawan di luar yang dia jumpai. Dia ingin meyakinkan saya bahwa dia juga bagian dari perjuangan ini. Kenyataan bahwa dia tahu saya sedang menganalisa dirinya dan berusaha menyakinkan saya tentang dirinya membuat saya yakin walaupun dia tidak pernah saya lihat sebelumnya, dia berniat baik atau bahkan mungkin tidak punya niat khusus.

Suara perempuan dari lantai atas mengangetkan kami di perpustakaan. Dia mengumumkan bahwa gedung ini bukan ruang tunggu dan jika ingin menunggu giliran bertemu dengan pemuka agama kami harus lakukan diluar gedung. Suaranya tidak asing, saya menengadah mencari tahu sumber suara dan terkejut mengetahui bahwa perempuan itu adalah Maria yang sedang menggendong bayi. Saya mengumpulkan energi, menyadari suasana dan berkonstrasi agar tidak terjaga.

Beberapa laku yang saya lakukan 5 tahun terahir membuat
saya bisa sadar dalam mimpi atau mengetahui bahwa saya sedang bermimpi, tanpa saya terjaga. Namun tidak seperti beberapa mimpi yang kabur dan alurnya kusut, mimpi ini terang dan alurnya runut. Saya sedang lucid. Sadar dalam ketidaksadaran.

Karena lelah menengadah (dan benar dalam mimpi lucid semua pengindra bisa berfungsi seperti pada dunia nyata) saya memutuskan tidur terlentang diatas lantai perpustakaan karena takjub bisa melihat Maria lagi. Maria yang hadir dalam mimpi lucid saya bukan versi Maria terahir raga kami bertemu di bulan November 2016. Maria yang datang adalah Maria yang pertama kali saya temui di Malang tahun 2011. Dia masih berteriak dan memerintah kami keluar dari gedung, bayi laki-laki yang dia gendong justru tertidur pulas di pelukannya. Informasi dalam alam lucid tidak seperti dunia raga manusia. Dalam dunia raga manusia, kita dibatasi dengan persepsi sehingga membutuhkan konfirmasi untuk sebuah informasi. Bayi yang digendong Maria, contohnya, tanpa diberitahu melalui bahasa dan dengan hanya melihatnya dari perpustakaan, saya tahu bahwa dia laki-laki.

Enam tentara yang bukan bagian dari kelompok tentara pertama datang dari pintu. Sementara Maria tetap menyuruh kami keluar dan dia menekankan kata “keluar” dengan keras. Ada pintu keluar darurat di belakang perpustakaan dan pintu ini terhubung dengan balai kota. Walaupun keberadaan pintu ini belum diberikan di mimpi-mimpi sebelumnya, namun informasi di dunia lucid bisa saya unduh secara otomatis untuk menambah konteks. Bayangkan saja Neo dalam dunia Matix.

Saya berteriak menanggapi perintah Maria.
“Kalau keluar, kami harus lewat pintu mana?”
Mata Maria kemudian menuju ke arah saya, dan untuk pertama kalinya sejak november 2016 kami beradu pandang. Saya bahagia dan berusaha sedemikian rupa agar tidak terlampau bahagia yang bisa menyebabkan saya terjaga. Dia tersenyum, tanda mengetahui bahwa saya sudah paham apa yang dia maksud. Salah satu cara untuk tetap berada pada lucid dream adalah dengan cara menyadari tanpa menilai. Bahasa di alam ini lebih baik tidak ditafsirkan terlalu rumit seperti bahasa-bahasa di alam raga manusia yang memiliki niat-niat tersembunyi. Untuk berkomunikasi dan memahami komunikasi, kita hanya butuh menggunakan rasa tanpa memberi nilai pada rasa tersebut dan seharusnya cara ini juga dilakukan di alam raga.

“Ya. Saya akan bimbing kamu. Tapi tolong jaga bayi ini.” Katanya.
Saya berusaha tidak berkedip demi tetap memandang Maria. Toh sebenarnya mata raga saya sedang terpejam dan saya tidak perlu berkedip membasahi mata. Dari lantai 6, Maria melempar bayi dalam selimut putih. Bayi tersebut mengapung di udara dan perlahan-lahan turun seperti layang-layang yang benangnya putus. Sangat perlahan dan jatuh ke pelukan saya yang masih rebahan di lantai. Saya melihat bayi itu di dekapan saya. Kemudian saya sadar saya masih ingin melihat mata Maria, namun ketika pandangan saya beralih dari bayi menuju ke Maria tiba-tiba saya tubuh saya lumpuh (paralysis) hubungan kami seketika terputus dan saya tidak sempat melihat Maria lagi atau menjangkau pintu darurat.

Karena saya terlampau bahagia atau karena sudah pukul lima pagi, sebenarnya tidak semuanya bisa dikendalikan, termasuk ketika saya ingin melihat mata Maria lagi sebagai ucapan terima kasih, saya malah terbangun kembali di kamar di Yogyakarta tanpa bayi di dekapan.
Di sebelah tempat tidur, ada buku dan pena yang memang selalu selalu saya letakkan di sana. Kadang saya mencatatat beberapa mimpi lucid yang vivid atau terlihat samar-samar karena jika tidak didokumentasikan runutan kisahnya bisa hilang. Kadang saya menulis di buku untuk mencatat emosi yang muncul jika pada malam hari ketika saya terbangun dan tidak bisa tertidur kembali. Pagi ini saya memilih tidak segera menulis. Alih-alih saya tetap diatas tempat tidur sambil terus mengingat-ingat rincian tempat dan kisah mimpi tadi. Ini cara saya mendokumentasikan mimpi bertemu dengan Maria.

Saya juga punya pilihan menghidupkan data telepon pintar dan memecahkan simbol-simbol yang hadir dalam mimpi. Dunia (bukan bumi) memang tidak sesederhana yang selama ini kita lihat dan pahami. Waktu tidak linier bergaris lurus dengan urutan masa lalu, sekarang dan masa depan. Saya bisa berbicara dengan diri saya sendiri 10 tahun yang lalu di masa sekarang atau saya bisa meminta saran dari diri saya di masa depan hari ini. Ruang, waktu dan alam yang disediakan di dunia berlipat dan berlapis, bahkan ruang, waktu dan alam yang disediakan saling bersinggungan tanpa bersentuhan.

Untuk mimpi kali ini, saya cukup menafsirkan bahwa Maria masih menjaga kami. Al-Fatihah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar