Laman

Selasa, 18 Desember 2012

Epilog di Bawah Awan

Taman Hidup pagi itu penuh embun. Tapi seperti embun yang nanti akan hilang dirundung siang, kami juga harus hilang dari Taman Hidup sebelum siang. Merobohkan tenda pagi ini dilakukan lebih rapi karena kami tak akan membagun tenda lagi, anehnya merapikan tenda kali ini juga dilakukan lebih cepat. Alasannya sama, kita tidak akan membangun tenda dalam perjalanan ke depan.

Pulang merupakan kalaedoskop dari seluruh perjalanan. Pulang mengingatkan saya tentang komitmen awal ketika mau berangkat. Tentang mewakili perjalanan ibu yang belum pernah beliau alami. Tentang janji untuk tidak menyerah di tengah jalan. Tapi badan terlalu letih, persediaan makan tinggal sedikit, sepertinya tinggal dan pura-pura menyerah bukan pilihan. Kecuali jika TIM SAR sangat canggih dan kita dijemput Helicopter.

Tapi pulang menjadi emosional. Menghadapi sistem urban, bekerja namun juga bertemu keluarga dan teman. Kalaupun suatu hari kami memutuskan untuk menjelajahi Argopuro lagi, semua yang kami alami tidak akan pernah bisa sama, bahkan mungkin anggota kami berbeda, bongkar pasang.

Saya hanya pamit naik gunung sebentar, tidak mungkin lama, karena peradaban dan evolusi membuat kami manusia kota tanpa bulu di tubuh, namun masih ingat dalam darah yang lewat, kita semua berasal dari hutan, memotong ekor dan berjanji untuk mempunyai idup yang lebih baik. Hari itu saya dapat rasakan terusir dari hutan.

Di bawah awan hidup lebih rumit, jika selama mendaki kami selalu mengeluh lelah, mungkin ini maksudnya adalah lelah fisik saja. Di bawah awan kami butuh komunitas yang lebih besar dan lebih kuat, kami butuh yang lebih jujur dan setia.

Hutan dalam perjalanan pulang berbeda dengan hutan saat berangkat. Udara lebih lembab, pohon-pohon besar dilumuti, jalan lebih terjal bahkan untuk melewati turunan kami harus jongkok, karena jangkauan tanah yang terlalu curam. Tidak mungkin kami tidak bergerak cepat. Semua sudah habis, bahkan untuk makan siang hanya tertinggal mie-instant. Air hanya diisi seadangya, dan istirahat hanya dijadwalkan 2 kali termasuk makan siang.

Kami melewati tempat yang sudah diberi nama dan namanya lebih mudah dihafal. Cemara 5, Hutan Cemara, Celah Bambu. Desa Hyang semakin dekat, tanah sudah lebih kering berganti debu. Vegetasi ditampakkan dengan bahan-bahan pangan dan tani, cemara, karet.

Semakin jauh kebawa, saya merasa pakaian saya semakin berasa, bukan pakaian fisik, tapi pakaian simbolik yang saya miliki. Latas belakang, budaya, kelas, seks, gender, agama, kepercayaan, kelas, pendidikan. Saya merunduk lagi, pada gunung yang saya pikir sudah saya takhlukkan, pada jalannan yang berat ternyata saya adalah siapa-siapa dengan semua atribut yang saya jalankan setiap hari di tengah modernisasi.

Kenyataan bahwa lebih mudah hidup di hutan mungkin karena kami hanya 5 hari hidup diatas awan. Bukan menakhlukkan gunnung yang terjadi, bahkan sebalikkan kami yang ditakhlukkan pesona Argopuro sampai mau-maunya mendaki menyebanginya.

Persediaan air habis,kami melihat petani lalu lalang, beberapa dengan motor membawa turun hasil taninya atau membawakan rumput untuk ternak. Semakin jauh kebawa, semakin banyak lagi yang kami temui, anak-anak berambut basah setelah mandi dari sungai berteriak meminta uang pada kami. Sepertinya atribut kota dan ransel paling dekat dengan uang bagi mereka yang masih dibawa 10 tahun, bukan tentang kami yang pergi ke sekolah dan bekerja.

Hyang.... kami sudah sampai di Hyang siang hari, waktu matahari ada di atas dan bayangan tubuh nyaris tidak ada.
Hyang, disinilah tempat kami akan mencari warung untuk makan siang.

Dan pikiran saya langsung teringat dengan jumlah e-mail yang kemungkinan masuk di Inbox.
Tapi itu bisa diundur, sinyal belum sepenuhnya lancar dan kami butuh penyesuaian diri dari gunung menuju kota.
Yang terpenting kami sudah sampai di Hyang.
Hyang...kata lain untuk Tuhan yang Utuh.
Terima kasih teman-teman atas Liburannya.
Tak akan lupa.



6 komentar:

  1. mocoe marine wae yah... ekekeke... sik ngurusi blognya Sastra Akladia (Akladiasastra.blogspot.com):D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iki males moco tapi niat promo. Untuk belum selesai.
      Gakk popo wes, yang penting sekali visit sudah bukin aku lega dan senang.
      Gantian ya, aku mau visit blognya Akladia.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Kui rung rampung aslinye.
      Saya save as draft malah kepencet publish.
      Tapi ini sudah selesai versi penuhnya.
      Sebenarnya pengen nulis yang lebih diskriptif, tapi ending-endingnya emosional lagi.
      Jadi pengembaran tentang lenskep-nya kurang terwakili, semoga foto bisa membantu.

      Hapus
  3. Like this... Bagiku, tulisanmu berwarna, dengan pilihan kosakata yang tidak 'itu-itu saja". Great Job sista...!

    BalasHapus
  4. Makasih sudah mampir ke blog saya.
    Tetap menulis ya.....
    Karena tidak ada yang abadi kecuali luka, Tuhan dan tulisan.

    BalasHapus