Laman

Sabtu, 22 Desember 2012

Randa Tapak dan Ayam Kuning yang Berubah Warna

Setelah tugas mencuci baju selesai, segera saya menelepon ibu. Menelepon ibu pada hari sabtu menjadi ritual saya setelah kami tidak tinggal dalam satu langit. Hari ini juga merupakan hari ulang tahun adikku.
Ternyata di rumah lamaku sana, di ujung telepon, semua keluarga berkumpul, kemenakan juga sudah masuk liburan tengah semester. Alih-alih ingin menyucapkan ulang tahun pada adikku yang jatuh tanggal 22 Desember, kemenakannku berteriak dari belakang agar aku mengucapkan hari ibu kepada neneknya.
Ya, teman-teman, saya sudah pindah kota tepat dua bulan. Saya sengaja tidak mengabarkan sampai saya yakin dan mapan.

Tepat 6 bulan lalu setelah perjalanan ke Argopuro , hari ketiga, waktu saya melihat bunga Randa Tapak terbesar yang pernah saya lihat. Tempatnya di alun-alun,savanna antara Mata Air Pertama menuju Cikasur. Saya minta tolong Wulan mengambil gambar bunga ini.
Bunga Randa Tapak di Alun-Alun Savana difoto oleh Wulan
Sayang Kami Lupa Mengambil fotonya dengan faktor pembanding lain disebelahnya.

Bunga Randa Tapak di alun-alun savanna ukurannya berbeda dengan yang setiap hari ada di dekat rumah. Induknya, bola lingkaran yang ada ditengah saja ukurannya lebih besar daripada recehan uang seribu rupiah. Sementara anaknya, ratusan bulu-bulu kecil yang ada menempel, panjangnya hampir sepanjang korek api kayu.

Bahkan memetiknya sangat sulit, sampai ahirnya saya mencubit tangkai dengan kuku saya yang panjang dan tajam, hingga air keluar dari tangkainya. Buru-buru saya meniup bunga Randa Tapak, berharap akan terbang ribuan anak menuju udara, namun ternyata hanya beberapa anak yang terbang. Bunga Randa Tapak yang saya petik masih terlalu muda. Anak-anaknya belum terlalu tua dan kering dan belum matang, ini menjelaskan mengapa tangkainya mengeluarkan banyak air ketika dicubit.

Saya menyesal dan sedih, namun kemudian menemukan bunga serupa yang jauh lebih besar lagi. Kali ini saya tidak memetiknya alih-alih langsung meniupnya. Lebih banyak anak bunga yang terbang daripada yang pertama, beberapa masih menempel pada ibunya, ketakutan mungkin, dan mengaduh manja.

Nama lain dari bunga Randa Tapak adalah Dandelion, saya mengetahuinya waktu SD menonton serial Doraemon Episode Taimu Furoshiki / Tampopo Sora o Iku (The Time Wrapping Cloth / Go to Dandelion Sky). Doraemaon mengeluarkan alat agar Nobita bisa mendengarkan tanaman berbicara verbal. Nobita mendengarkan inti/ibu dari Randa Tapak menenangkan salah satu anak yang tetap menempel, tidak mau tertiup angin.

“Kau sudah dewasa, sudah saatnya kau punya keluarga sendiri dan membesarkan anak, sama seperti aku melakukannya untukmu” Setidaknya itu yang bisa saya ingat tentang dialog ibu Randa Tapak sebelum kemudian anak Randa Tapak terbang tertiup angin yang lebih besar, dan Nobita menangis.

Hari ini saat senja emas turun di rumah saya -kota tempat saya tingga- jauh dari tempat ibu saya tinggal, tempat saya dilahirkan dan tumbuh, jatuh cinta, menemukan banyak teman, rumah yang nyaman, makanan yang bisa direncanakan, putus cinta kecewa dan sinis terhadap hidup. Saya ingin mengucapkan terima kasih pada Ibu. Kepada ibu yang juga dengan mantap melepaskan saya jauh dari beliau, kepada ibu yang ahirnya menyetujui jalan hidup saya.
Dua minggu lalu, saya bertemu teman baru bernama David. Setelah tahu cerita saya, David mengatakan bahwa dalam budaya Celtik di seputaran British Utara Pesisir, orang akan memanggil saya “The Left Yellow Chicken”. Anak terahir yang meninggalkan rumah.

Ibu, senja emas sekarang akan berubah menjadi merah jambu gemerlap. Seperti caramu memandangku walau orang-orang lain tidak dapat memandangku dengan caramu. Terima kasih telah mengijinkanku pergi.

1 komentar:

  1. Mengingatkanku, betapa sebenarnya ibu mengkhawatirkan jiwa 'petualang'ku. Sejak lulus SD hingga sudah pantes punya anak SD (sekarang ini maksudnya), sudah menclok sana-sini...tidak bilang apapun, hanya pesan yang bagai rekaman "hati-hati ya, nduk...sholat e ojo lali". Ah, jadi mbrebes mili...

    BalasHapus