Setelah tugas mencuci
baju selesai, segera saya menelepon ibu. Menelepon ibu pada hari sabtu menjadi
ritual saya setelah kami tidak tinggal dalam satu langit. Hari ini juga
merupakan hari ulang tahun adikku.
Ternyata di rumah
lamaku sana, di ujung telepon, semua keluarga berkumpul, kemenakan juga sudah
masuk liburan tengah semester. Alih-alih ingin menyucapkan ulang tahun pada
adikku yang jatuh tanggal 22 Desember, kemenakannku berteriak dari belakang
agar aku mengucapkan hari ibu kepada neneknya.
Ya, teman-teman, saya
sudah pindah kota tepat dua bulan. Saya sengaja tidak mengabarkan sampai saya
yakin dan mapan.
Tepat 6 bulan lalu
setelah perjalanan ke Argopuro , hari ketiga, waktu saya melihat bunga Randa
Tapak terbesar yang pernah saya lihat. Tempatnya di alun-alun,savanna antara
Mata Air Pertama menuju Cikasur. Saya minta tolong Wulan mengambil gambar bunga
ini.
Bunga Randa Tapak di Alun-Alun Savana difoto oleh Wulan Sayang Kami Lupa Mengambil fotonya dengan faktor pembanding lain disebelahnya. |
Bunga Randa Tapak di
alun-alun savanna ukurannya berbeda dengan yang setiap hari ada di dekat rumah.
Induknya, bola lingkaran yang ada ditengah saja ukurannya lebih besar daripada
recehan uang seribu rupiah. Sementara anaknya, ratusan bulu-bulu kecil yang ada
menempel, panjangnya hampir sepanjang korek api kayu.
Bahkan memetiknya sangat
sulit, sampai ahirnya saya mencubit tangkai dengan kuku saya yang panjang dan
tajam, hingga air keluar dari tangkainya. Buru-buru saya meniup bunga Randa
Tapak, berharap akan terbang ribuan anak menuju udara, namun ternyata hanya
beberapa anak yang terbang. Bunga Randa Tapak yang saya petik masih terlalu
muda. Anak-anaknya belum terlalu tua dan kering dan belum matang, ini
menjelaskan mengapa tangkainya mengeluarkan banyak air ketika dicubit.
Saya menyesal dan sedih, namun kemudian menemukan bunga serupa yang jauh
lebih besar lagi. Kali ini saya tidak memetiknya alih-alih langsung meniupnya.
Lebih banyak anak bunga yang terbang daripada yang pertama, beberapa masih
menempel pada ibunya, ketakutan mungkin, dan mengaduh manja.
Nama lain dari bunga Randa Tapak adalah Dandelion, saya mengetahuinya
waktu SD menonton serial Doraemon Episode Taimu Furoshiki / Tampopo Sora o Iku (The Time Wrapping Cloth / Go to Dandelion Sky). Doraemaon mengeluarkan alat agar Nobita bisa
mendengarkan tanaman berbicara verbal. Nobita mendengarkan inti/ibu dari Randa
Tapak menenangkan salah satu anak yang tetap menempel, tidak mau tertiup angin.
“Kau sudah dewasa, sudah saatnya kau punya keluarga sendiri dan
membesarkan anak, sama seperti aku melakukannya untukmu” Setidaknya itu yang
bisa saya ingat tentang dialog ibu Randa Tapak sebelum kemudian anak Randa
Tapak terbang tertiup angin yang lebih besar, dan Nobita menangis.
Hari ini saat senja emas turun di rumah saya -kota tempat saya tingga-
jauh dari tempat ibu saya tinggal, tempat saya dilahirkan dan tumbuh, jatuh
cinta, menemukan banyak teman, rumah yang nyaman, makanan yang bisa
direncanakan, putus cinta kecewa dan sinis terhadap hidup. Saya ingin
mengucapkan terima kasih pada Ibu. Kepada ibu yang juga dengan mantap
melepaskan saya jauh dari beliau, kepada ibu yang ahirnya menyetujui jalan
hidup saya.
Dua minggu lalu, saya bertemu teman baru bernama David. Setelah tahu
cerita saya, David mengatakan bahwa dalam budaya Celtik di seputaran British
Utara Pesisir, orang akan memanggil saya “The Left Yellow Chicken”. Anak
terahir yang meninggalkan rumah.
Ibu, senja emas sekarang akan berubah menjadi merah jambu gemerlap.
Seperti caramu memandangku walau orang-orang lain tidak dapat memandangku
dengan caramu. Terima kasih telah mengijinkanku pergi.
Mengingatkanku, betapa sebenarnya ibu mengkhawatirkan jiwa 'petualang'ku. Sejak lulus SD hingga sudah pantes punya anak SD (sekarang ini maksudnya), sudah menclok sana-sini...tidak bilang apapun, hanya pesan yang bagai rekaman "hati-hati ya, nduk...sholat e ojo lali". Ah, jadi mbrebes mili...
BalasHapus