Laman

Senin, 18 Februari 2013

Menarik Jangkar Dalam Mie Instan

Sore itu, diantara makan siang dan makan malam, ada hujan. Saya sedang malas, sampai seorang teman mengajak ke Warung Burjo (Burbur Kacang Hijau) membeli mie-instan. Teman saya sedikit ragu waktu menggungkapkan ajakannya makan mie instan, sampai-sampai dia memberi tawaran makan Bubur Kacang Hijau jika saya kurang berkenan dengan mie instan. Saya tersenyum mengingat banyak teman yang selalu mengira saya super-higenis dan sangat bawel dengan kesehatan. Tapi tidak dengan mie instan dan semua racun pengawet dan MSG.

Karena produksinya yang masal, semua orang makan mie instan. Sebagian karena tidak punya banyak pilihan, sebagian karena terburu-buru, yang lain mungkin karena hanya mampu memasak mie instan.
Elfira Arisanti suatu hari mengutip Proff Ayu Sutarto “tidak ada yang instan di dunia, bahkan untuk makan mie instan, semuanya melalui proses memasak yang bertahap”

Sementara saya selalu bilang “Hujan itu bukan hujan…… tanpa mie instan”
Semasa belajar psikologi terapan, mentor saya pernah menjelaskan tentang metode mempertahankan capaian positif. Usaha ini dilakukan pada saat terdamping tiba-tiba mengalami trance (Transcendent) dan menemukan solusi permasalahan melalui kesadaran murninya (pure conscious)sendiri. Metode ini digunakan agar kesadaran itu tetap tinggal dan tidak hilang.  Nama metodeneya adalah Anchoring yang berasal dari kata Anchor “Jangkar”. Filosofinya seperti yang dijelaskan diatas, pada saat menemukan laut lepas yang banyak ikan, segera lempar jangkar ke laut agar perahu tetap tinggal dan tidak terombang arus air.

Saya menyederhanakan metode anchor dengan menamainya recall (mengingat) dan focus pada solusi sebuah masalah. Sehingga metode ini bisa diaplikasikan dalam situasi yang bahkan sangat sederhana. Contohnya saja, pada saat teman yang curhat secara tidak sadar menemukan selusinya sendiri, disanalah saya melempar jangkar sebagai momentum.

“Aku tahu ibuku selalu marah karena aku belum kerja, tapi kan itu berarti aku tidak boleh membeli kamera baru. Ibu itu cuma kawatir dengan masa depanku, dia takut aku tidak akan mandiri”

Begitu setidaknya kata teman. Diahir kalimat saya akan melempar jangkar pada kesadaran murni milik yang dia ciptakan dalam bentuk verbal, maka saya akan gunakan intonasi yang lebih tinggi, ekspresi yang mendukung, dan kontak mata yang kuat sambil mengulang kalimat trance tadi:


“NAHHHHHH ITU…… kamu benar….. ibumu kawatir dengan masa depanmu”

Hanya itu saja yang perlu saya lakukkan,
maka saya telah melempar jangkar agar teman saya mengetahui masalah sebenarnya yang perlu ditanggapi, sehingga dia dapat mengingat kembali dengan cara menarik jangkar ke darat lagi sebelum melanjutkan sauh.


Sebenarnya ini bukan pula perkara mudah karena pelempar jangkar harus mampu mendengar dan bisa memilih kalimat dari kesadaran mana yang harus digunakan untuk melempar jangkar. Andai saya mengulangi kata “Ibumu memang selalu marah”. Maka sama saja saya melempar jangkar ke dalam perahu sehingga perahu bocor dan kami berdua tenggelam dalam kesadaran palsu (false conscious).

Kemudian saya kembali lagi pada sore hujan di Warung Burjo memilih mie instan mana yang akan saya makan sambil tidak perlu kawatir karena semua mie instan mengandung racun yang sama. Dalam pandangan ini, mie instan tidak banyak berbeda dengan rokok, hanya saja mie instan tidak menyumbang bea-cukai.
Memilih mie instan juga memilih memori, memili kenangan mana yang akan saya lempari jangkar. Agar saya ingat lagi dan sadar lagi. Tiap merk dan rasa pernah kita makan sebelumnya namun memiliki memori yang berbeda. Sore hujan itu, saya juga sadar ternyata kita juga memilih apa yang seharusnya tetap kita ingin ingat,
Maka saya memili kenangan itu, memanggil kenangan saat hujan juga, dengan mie kuah plus telur dan guntingan 2 cabe merah (digunting, tidak diiris).

Saya sudah memilih menarik jangkar dari dalam mie instan yang sedang disiapkan, duduk di depan teman, berpura-pura peduli dengan sekeliling sementara hujan diluar sama derasnya dengan ingatan yang terus muncul, kenangan yang saya pilih dengan sadar. Saya menikmati semua racunnya. Racun ingatan dan racun dari mie instan.

Kadang kita hanya menduga bahwa kenangan hadir karena takdir, tapi lupa bahwa kita mengingat sama seperti bagaimana kita ingin diingat. Memilih siapa diri kita.Kemudian bersauh.

1 komentar: