Laman

Selasa, 08 Februari 2011

Kriminal Kerdil

Setiap hari bahkan pagi hari saat kedatangannya, Ilham sudah membuat keributan. Hal yang dilakukan bisa bermacam-macam mulai dari mendorong teman, memukul dengan sengaja, berteriak di telingah teman, mengganggu permainan teman yang sudah teratur atau yang paling parah adalah melempar batu kepada teman. Jarak waktu yang dilakukanpun pada tiap kejadian sangat dekat, hanya 5 menit. Tiap hari pula hukuman yang diberikan kepada Ilham sebanyak prilaku yang dia lakukan. Hukuman yang diberikan oleh kami berupa Time Out (Duduk di kursi tenang sebagai ungkapan isolasi dari guru dan teman) dan digulung (Membalut dan menggulung tubuh Ilham dengan kasur busa). Setiap kali digulung, Ilham selalu menanggis yang membuat kami Bunda Gurunya miris tidak tega. Tapi, seperti yang saya tulis di atas, dia akan menggulang perbuatannya hanya dalam interval 5 menit.
Ilham tidak pernah menyesali perbuatannya sungguh-sungguh, contohnya suatu hari Ilham mendorong satu teman hingga mengenai teman yang lain, kedua teman tersebut menunjukkan raut muka marah dan kecewa yang ditujukan kepada dirinya, Ilham justru tersenyum atau terkikik sambil menunjuk 2 temannya. Perintah dengan wajah tegas dan intonasi tinggi sudah kami terapkan, Ilham akan membalas dengan berteriak-teriak atau tertawa cekikikan. Beberapa teman Ilham hampir membalas dengan memukul balik, tapi berhubung di sekolah kami menolak segala bentuk kekerasan, maka kamu harus meredam konflik dan menjelaskan tentang keadaan Ilham agar teman mau paham. Tetapi tahap kami hanya meredam konflik tanpa mampu menyelasaikan konflik dalam hati teman-teman Ilham yang jadi korban dan hal ini justru jadi konflik baru bagi kami Bunda Guru.
Dua teman Ilham yaitu Lala (Retardasi Mental) dan Ucok (Autisma) yang sering memukul balas Ilham dan kejadian ini diluar kemampuan pengawasan Ilham. Ucok yang besar dan gemuk, memukul kepala Ilham dengan keras hingga Ilham menangis keras sambil memegang kepalanya, saat inilah saya mencuri sedikit menyelesaikan konflik dengan mengucapkan keras di depan keras “Makanya Ilham jangan suka memukul teman. Sakit, kan? Gak enak kan?”. Dalam hati saya bersyukur dengan kelalaian kami sampai ahirnya Ilham bisa belajar karma “Makanya jangan sok jadi kriminal kerdil, kamu.”. Tapi Ucok bukan utusan Tuhan untuk menggembalikan Ilham pada sejatinya manusia, Ilham tetap saja berprilaku onar, maka dari itu saya memutuskan tidak mengahiri tulisan ini hanya dengan tiga paragraph.
Saya ceritakan keadaan Ilham lebih rincih. Ilham murid tahun pertama saya mengajar sebagai guru, dia berumur 6 tahun pada tahun 2008. Ilham adalah anak tunggal dari kedua orang tua swata dan ibu rumah tangga. Dia mengalami gangguan wicara pada organ-organ bicaranya seperti mulut, lidah, pita suara, tenggorokan, leher hingga pundak. Gajala ini bisa dikenali dari luar karena Ilham berlari tidak seimbang, menari juga tidak seimbang, tidak lentur pada gerakan pundak, tidak bisa memutar kepala 90 derajat ke samping (tidak bisa menoleh), tidak dapat menengadah (melihat ke atas) penuh, tidak bisa merangkak dan tiarap. Lebih lanjut, Ilham bicara cedal seperti anak umur 3 tahun. Dia tidak bisa mengucap huruf letup (b,d,p,t), huruf desis (s, z, sh) dan huruf nasal (nya,nga). Hasil ahir dari semua adalah bahwa Ilham juga terlambat belajar dan mempunyai nilai logis-kognitif di bawah rata-rata teman-temannya. Lalu bagaimana Ilham berkomunikasi? Ilham lebih banyak menggunakan bahasa ekspresif dan gestural serta menggunakan satu suku kata untuk mewakili kalimat. Contohnya jika dia bilang “Aku dipukul Ucok”,Ilham akan menunjuk Ucok, memukul dirinya sendiri dan berkata “Awh..awh” sambil menirukan ekspresi Ucok. Selain itu hanya ada dua orang yang dapat mengerti bahasa Ilham yaitu Ibunya dan saya sendiri.
Hingga kabar ini disampaikan oleh kami kepada konsultan di sekolah dan dia melihat sendiri Ilham yang agresif dengan interval prilaku yang berdekatan. Dalam satu hari itu, Ilham menarik karya seni teman yang digantung di dinding kelas, mencoret buku teman saat belajar menulis, merobek buku teman dalam kegiatan yang sama, mendorong, meludahi pekerjaan teman, mencorat-coret bukunya sendiri, naik diatas meja dan menghentak-hentakkan kursi yang ia duduki.
Maka kami dan konsultan sekilah berpikir untuk rehat sejenak dari segala macam teknik yang sudah kami pelajari. Hingga kami menemukan solusi guna memutus pola prilaku Ilham di kelas.
Saya mendapat teori ini dari buku tentang air karya penulis jepang Masaru Emoto The True Power Of Water. Penulis buku ini melakukan percobaan kepada 3 botol beras. Botol beras A dipuji dan disukuri tiap hari dengan kata “Kamu indah sekali, terima kasih, kamu bagian dari saya, saya suka kamu”. Sebaliknya, botol beras B diumpat setiap hari “Kamu bodoh, nakal, tidak berguna, sampah, buruk. Beras dalam botol A menjadi tetap berair, lembab, tidak rusak bahkan tambah putih sedangkan beras pada botol B menjamur dalam hitungan hari, beberapa bagian berubah menjadi kuning, kering dan keropos. Namun tahukah apa yang terjadi pada beras yang ada dalam botol C yang
diabaikan (tidak dipuju dan tidak dihina.)? Beras dalam botol C tiba-tia keropos tanpa jamur dan hancur kering perlahan-lahan.
Maka kami tahu motivasi dan pembentkan karakter salah yang dianut oleh Ilham. Sejak hari itu kami dan murid lainu mengabaikan tindakan positif Ilham. Kami juga memberdayakan murid yang lain dengan mengumumkan di depan kelas (termasuk di depan Ilham) “Kalau Ilham mendorong atau mengganggu, kalian tidak usah marah kepada Ilham, jangan lihat matanya kalian langsung lari saja tinggalkan Ilham”. Pada saat Ilham mencipta konflik dan temannya berekspresi kepada Ilham kami langsung ingatkan “Jangan lihat Ilham dan jangan ajak bicara”. Wajah marah dan ekspresi kami yang reaktif terhadap Ilham ternyata menjadi harga diri yang kemudian mengkristal menjadi identitas atas hausnya Ilham untuk diakui eksistensi dirinya dari keterbatasan yang dia miliki. Tapi tidak hanya sampai disini, kami merubah fokus pada prilaku baik Ilham. Jika Ilham duduk dan melakukan tugasnya, kami langsung memuji “Bagus Ilham. Ilham mau duduk tenang. Pinter ya…”. Hanya dalam hitungan dua minggu Ilham sudah bisa memutus arah negatifitasnya.
Saya layak berterima kasih pada Ilham, karena dari kejadian ini, saya pribadi belajar bahwa karakter manusia di dasarkan pada pengalaman empirisnya dan keputusannya memihak. Saya bisa membuka mata saya dan melihat lebih jernih bagaimana manusia memilih memaknai hidupnya dan mendefinisikan dirinya , bagaimana ada orang baik dan orang jahat ada di antara kita (mereka tidak salah hanya karena mereka jahat) , dan bagaimana semua orang -sama halnya sepertai Ilham- butuh pengakuan sosial dan haus akan tanggapan dari luar dirinya.
Sekarang Ilham sudah kelas 1SD. Pantauan terahir yang saya dengar bahwa baik perkembangan wicara, motorik, logika dan bahkan sosial dari dia tetp di tingkat yang sama. Ilham tetap jadi kriminal kerdil di kelasnya (Karena pihak SD yang menolak menggunakan teknik yang kami buat). Selamat jalan terus ya Nu, maaf bunda punya tugas lain di sini untuk mengajari adik Ilham yang lain, kamu jaga diri baik-baik dan jadi dirimu sendiri. Nanti kalau kamu sudah besar ketemu bunda lagi tapi jangan lupa cium tangan bunda ya, nak.
Tulisan diatas terjadi pada tahun ajaran 2008-2010. Kejadian yang ditulis benar-benar nyata kecuali nama karakternya yang sungguh-sungguh harus saya ruba.

2 komentar:

  1. jadi kesimpulannya ilham kembali kesisi kriminal kerdilnya??

    BalasHapus
  2. Intinya adalah aku sudah mestimulasi prilaku positifnya dan aku berhasil.
    Dunia ini dicirikan dari dua oposisi biner, Catatan Kaki, siang dan malam, baik, dan buruk, tinggi dan rendah, mahal dan murah, negatif dan positif.
    Tugasmu adalah memilih sudut atau dalam kasus ini, fous pada Positivisme yaitu au berhasil mendidik Ilham, jangan fokus pada kriminalisasi Ilham.

    BalasHapus