Laman

Jumat, 22 Juli 2011

Cinta Yang Saling Menguatkan

Wayan berumur 35 tahun waktu saya berumur 28 tahun. Pada waktu itu kami bertemu di Lokakarya di kota Malang. Saya ingat sekali pembicaraan kami waktu sarapan pagi hari terahir di hotel. Baru hari itu kami memutuskan duduk satu meja. Wajan adalah seorang aktivis yang mengadvokasi OHDA di daerah Bali.
Dengan fasih, Wayan menceritakan tentang anak laki-lakinya yang sudah berumur 16 tahun. Kami satu meja kaget bagaimana mingkin anak Mbok Wayan sudah remaja. Wayan menjelaskan bahwa dia menikah pada usia 19 tahun.
Wayan adalah salah satu dari banyak perempuan yang diikutkan budaya konservatif di Bali. Dia menikah karena dijodohkan oleh orang tuanya. Wayan menikah dengan Pria yang dikenalkan 2 minggu sebelum mereka berdua naik ke pelaminan. Satu pernyataan dari Wayan yang membuat saya merinding adalah:
“Aku gak tahu rasanya jatuh cinta. Aku pengen tahu, gimana si rasanya punya perasaan naksir atau deg-degan sama laki-laki.”
Saat itu juga aku bersyukur kepada kehidupanku. Walaupun aku cuma pacaran 2 kali, walaupun aku belum menikah, setidaknya aku punya banyak waktu untuk jatuh cinta dengan orang yang aku pillih. Aku tahu rasanya ditaksir kemuadian menolak atau menaksir dan sering tidak digubris. Menurutku aku sudah memegang hak hidup yang paling utama yaitu berhak naksir siapa saja tanpa ada batas SARA.
Ceritanya tidak hanya selesai di situ. Pada saat bercerita, Wayan juga mengucap syukur atas hidupnya. Dari sudut pandang beliau, dia bercerita:
“Tapi aku beruntung daripada teman-teemanku yang kena HIV/AIDS. Mereka ditolak masyarakat bahkan ditolak keluarganya sendiri.”
Setelah itu yang jadi klimaks di meja makan adalah saat kami memulai makanan pencuci mulut. Wayan bercerita bahwa suaminya adalah seorang Homoseksual. Wayan tahu setelah dia berpengalaman dalam mengadvokasi OHDA. Dia tidak menutup-nutupi keadaan itu dari anaknya. Saat anaknya bertanya tentang kenapa Ibunya mau menikah dengan pria itu? Kenapa Ibunya mau ditiduri dengan pria itu?
Wayan dengan bijak hanya menjawab:
“Ayahmu tidak punya kemampuan untuk melawan lingkungan sosial, sama seperti ibu dulu harus kawin paksa tanpa keingginan ibu?”
------------------------------------END------------------------------------
NB: Nama Fiktif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar