Laman

Senin, 01 Agustus 2011

Mengajarkan Kebiasaan Puasa Kepada Keponakan

Saya memiliki 4 keponakan yang kebetulan semuanya perempuan. Kedua ponakan saya yang paling tua sudah belajar pembiasaan puasa sejak usia 6 tahun. Sejak 3 tahun yang lalu saya juga berkewajiban mengajarkan dan menggawasi keponakan saya saat belajar pembiasaan puasa.
Keponakan saya yang pertama kelas TK B waktu dia kami biasakan puasa. Tentu ini menjadi tantangan bagi kami sekeluarga karena 3 minggu, ponakan saya aktif bersekolah bersama teman-teman kelasnya yang belum belajar pembiasaan puasa. Puasa yang kami ajarkan tentu saja puasa setengah hari atau puasa Dzuhur.
Membangunkan ponakan saya untuk sahur merupakan tantanggan yang tersendiri. Banyak pagi dia cemberut dan marah kepada kami. Atau dia terbangun tapi kemudian tidur diatas sofa. Dalam keadaan tertidur kami tidak akan memaksanya untuk puasa atau dia boleh puasa jika pagi sebelum sekolah sarapan dahulu sebagai ganti sahur. Problema sudah bangun masih terjadi sampai hari ini, dua tahun setelah dia pertama kali belajar puasa.
Namun yang membuat saya menjadi turut terlibat dalam proses ini adalah tujuan pembelajaran saya terhadap puasa. Saya selalu menyebutnya belajar pembiasaan puasa, karrena tujuan saya pribadi adalah mengajarkan puasa agar menjadi pola hidup bagi keponakan-keponakan saya. Sama seperti waktu ayahnya mengajarkan pembiasaan sholat. Uniknya, puasa adalah praktik religi yang dilakukan oleh semua agama. Saya juga tidak lupa memasukkan filosofi puasa ketika ponakan saya hampir menyerah atau setelah berbuka.
Hal sederhana yang bisa saya ajarkan adalah bahwa puasa itu
mengingaatkan kita pada kelaparan, ada orang diluar sana yang tidak punya makanan dan kita harus merasa berbagi. Atau beberapa nasihat seperti kalau dia puasa, maka dia akan belajar bersabar dan tidak rakus.
Seiring bertambahnya umur nanti, saya akan memasukkan nilai-nilai yang lebih spiritual dan juga menghubungkan pada problematika dunia kami yang lebih dinamis.
Saat ini, kami sedang memulai mengajarkan puasa kepada ponakan saya nomer dua. Beda personal, beda tantangan. Ponakan saya yang kedua sulit makan dan lebih emosional. Jumlah hari waktu dia tidak puasa lebih banyak daripada jumlah kakaknya dua tahun lalu.
Namun saya tidak mengganggapnya sebagai turunnya capaian. Dengan ponakan kedua, saya banyak membacakan cerita untuk menyentuh emosinya dengan analogi fabel atau cerita nabi. Saya tetap berpegang teguh pada satu acuan bahwa saya tidak mengajarkan puasa tapi mengajarkan pebiassaan puasa. Capaian kami adalah mengajarkan disiplin hingga terbentuk komitmen diri dengan cinta agar kesadaran berpuasa dimiliki secara pribadi.
Saya masih menunggu 2 tahun lagi untuk bersiap mengajarkan 2 ponakan saya yang lain yang saat ini berusia 2 tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar