Laman

Rabu, 27 November 2013

Perma-Kancut

Ahirnya saya menjawab undangan kedua dari Agen Tim pasal menanam di kebun sekeliling rumah kontrakannya. Karena kami (saya, agen Tim dan 3 Tim lainnya) adalah vegetarian, maka sistem penanaman kali ini tidak bisa kami anggap biasa. Bagi kami berdaulat tani bukan hanya perkara berdaulat akan pilihan makanan, tapi juga berdaulat atas apa saja yang kami perbolehkan masuk ke tubuh kami. Makanan adalah konsumsi paling primer dan budaya paling awal.


Ahir-ahir ini, sering kali memang kata organik digunakan dalam produk terutama produk tani. Saya pribadi sedikit mempertanyakan kata dan makna organik, semenjak saya diberitahukan bahwa nasi di KFC berasal dari beras organik.

Sekitar 2 bulan lebih awal, agen Tim dan saya pergi ke Imogiri untuk melihat pertanian Permakultur. Terminologi ini memang asing, tapi setelah bertani di undangan kedua Agen Tim, saya jadi semakin penasaran dengan Permakultur.

Minggu pagi (jam 11 siang itu), beberapa agen lain juga datang, Forest adalah pembina kami. Ada 2 tugas yang harus kami lakukan, yang pertama yaitu membuat lapisan diatas tanah yang digunakan untuk media tanaman, sedangkan yang kedua adalah membuat Mandala Pisang.

Bedeng
Lapisan yang dibuat disebut bedeng. Badeng terbuat dari beberapa lapis sampah basah hijau (sayuran, buah, daun basah, pelepah pisang), sampah kering coklat (kayu, serabut kelapa, ranting, pohon, dahan dan hatiku yang juga mulai mengering…….. eaaaa), kotoran sapi (bukan daki sapi), dan jerami atau sekam.

Untuk sementara, badeng akan dibiarkan selama 2 minggu agar terjadi proses pembusukan secara alami dan bakteri-bakteri mulai menghidupkan lapisan ini. Setelah dua minggu, lapisan ini baru siap untuk ditanami benih apa saja, asalkan bukan benih kebencian yang dalam.


Mandala Pisang
Saya tidak bergabung dalam tim pembuat badeng, kali ini saya bertugas dalam tim pembuat Mandala Pisang. Anggota tim memang menyebutnya Lingkaran Pisang (Banana Circle) namun agar terkesan gahar dan sedikit mistis saya akan namakan Mandala Pisang. Sangat mistis mengingat pisang adalah buah yang tidak pernah saya makan, karena saya phobia pisang (my first public announcement).

Tugas Mandala pisang, walaupun tidak rumit namun membutuhkan fisik lebih. Kami harus membuat lubang dan bergerak naik turun lubang, gerakan yang saya buat kadang menyebabkan celana melorot dan celana dalam (kancut) terekspos keluar.

Langkah pertama adalah membuat lubang berdiameter 1 meter dengan kedalaman 1 meter. Disekitar bibir lubang diberi gundukan yang berasal dari tanah hasil penggalian. Lubang galian harus dekat dengan saluran pembuangan cucian baju dan atau cucian peralatan makan dan masak serta air limbah mandi, karena tujuan dari lubang ini adalah untuk menyeterilkan air deterjen agar tidak meracuni tanah.

Setelah lubang selesai digalih, kami membuat lubang got dan mengimplan pipa dari genangan air pembuangan hingga ke tengah lubang Mandala Pisang.

Sama seperti bedeng, sebelum digunakan sebagai saluran pembuangan, galian harus dilapisi beberapa bahan sebagai filter air. Lapisan bawah yaitu yang paling dekat dengan tanah adalah rerumputan, kemudian sampah basah hijau terahir jerami. Setelah itu diatas jerami bisa digunakan untuk tempat sampah organik terutama yang sulit hancur seperti sampah coklat kering seperti kayu, ranting, pohon, dan serabut kelapa.

Guna gundukan disekitar bibir lubang adalah untuk ditanami pohon pisang. Pilih 6-8 tunas pisang yang berbeda umur agar bisa ditanam mengelilingi bibir lubang dengan jarak yang sama. Umur pisang yang berbeda akan menyebabkan pohon pisang berbuah pada waktu yang tidak sama. Cara ini digunakan karena pohon pisang hanya berbuah satu kali, setelah itu pohon akan tetap hidup namun tidak produktif. Waktu berbuah yang berkala atau bergantian dapat digunakan agar pohon pisang di sekeliling Mandala Pisang tidak ditebang atau mati secara bersamaan.


Sebagai variasi dari pohon pisang, bibir Mandala Pisang juga bisa ditanami pohon papaya dan nanas. Namun pohon papaya dan pohon nanas hanya pemeran tambahan, karena pemeran utama tetap pohon pisang.

Diantara pekerjaan membuat lubang, sesekali saya juga pergi ke tim pembuat badeng agar saya bisa belajar pekerjaan mereka. Saya membantu mencacah satu pelepah pisang (bukan mencacah satu pisang). Diantara perpindahan ini obrolan saya dengan Forest terjalin.

Kepada saya, Forest memberi tahu bahwa terminologi Permaculture adalah gabungan kata (compound-word) dari Permanent Agriculture. Seorang ilmuwan Jepang yang memberi istilah ini, karena pertanian tradisional sudah ada sejak jaman prasejarah (pre-history), namun ditinggalkan setelah masa industri mulai muncul.

Kemudian muncul pertanyaan sederhana dari saya, jika teknik pertanian ini sangat tradisional, bukankah teknik disetiap iklim akan berbeda-beda?

Forest menjelaskan bahwa teknik akan tetap sama, namun jenis tumbuhan yang akan berbeda. Di negeri eropa yang dingin, Mandala Pisang akan diganti Mandala Berries (strawberry, blueberry, blackberry, berry-berry).

Bergerak semakin maju, saya menyatakan afirmasi industri tani masal yang menggunakan pupuk kimia. Saya mengatakan bahwa alasan industri menggunakan pupuk kimia adalah karena mereka ingin memproduksi lebih banyak hasil tani untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Anehnya, Forest tidak melawan pernyataan saya. Namun dengan cerdas, dia memberi alasan kausal, “Mereka tidak salah, karena memang benar bahwa pupuk kimia dapat meningkatkan produksi dan produktifitas, namun bagaimana dengan jangka pangjang? Pupuk kimia masuk dalam tubuh manusia dan menjadi toxic, sementara pupuk kimia yang tersapu hujan akan terabsorsi tanah, meracuni pohon atau mengalir ke sungai dan membunuh biota sungai. Alga biru di sungai adalah salah satu indikasinya. Itulah sebabnya ahir-ahir ini ada ikan bermata tiga, karena mutasi genetik.”


Diahir kalimat, dia menambahkan “Tahukah kamu, industri pertanian besarlah yang menggudang hama agar berkembang cepat. Mereka seperti membuat lautan sumber makanan bagi hama, tanpa mereka sadari.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar