Suasana sedang tidak
baik, kami sepertinya ada di masa perang, tinggal satu pemuka agama
yang ada dan tugas kami adalah melindunginya karena dia bisa melihat
kebijaksaan melampai penderitaan hari ini. Saya mendapat tugas
mengantarkan 4 orang tentara bertemu dengan pemuka agama. Saya
sendiri belum pernah bertemu dengannya. Dia ada di bangunan lama yang
dilindungi oleh lapisan pendukung dan pelindungnya. Tidak semua orang
dapat menembus lapisan ini tanpa seijin dari pemuka agama dan para
pelindungnya.
Sesampainya di
gedung, 4 tentara segera naik ke lantai paling atas menemui pemuka
agama. Salah satu pelindung mendatangi saya dan mengatakan bahwa ada
perempuan di perpustakaan yang mengaku wartawan. Dalam suasana kurang
beruntung seperti ini sebuah kalimat berita bisa jadi sebuah
perintah. Saya bergegas menuju perpustakaan dan menyapa semua orang
disana. Beberapa sudah saya kenal atau lihat sebelumnya kecuali
seorang perempuan. Saya mengajak dia bicara dan memperkenalkan diri.
Perempuan ini bercerita tentang perjalanannya sampai gedung dan
beberapa orang yang ada dalam lingkaran kami. Dia juga bercerita
pertemuan terahir dan ciri-ciri fisik kawan-kawan di luar yang dia
jumpai. Dia ingin meyakinkan saya bahwa dia juga bagian dari
perjuangan ini. Kenyataan bahwa dia tahu saya sedang menganalisa
dirinya dan berusaha menyakinkan saya tentang dirinya membuat saya
yakin walaupun dia tidak pernah saya lihat sebelumnya, dia berniat
baik atau bahkan mungkin tidak punya niat khusus.
Suara perempuan dari
lantai atas mengangetkan kami di perpustakaan. Dia mengumumkan bahwa
gedung ini bukan ruang tunggu dan jika ingin menunggu giliran bertemu
dengan pemuka agama kami harus lakukan diluar gedung. Suaranya tidak
asing, saya menengadah mencari tahu sumber suara dan terkejut
mengetahui bahwa perempuan itu adalah Maria yang sedang menggendong
bayi. Saya mengumpulkan energi, menyadari suasana dan berkonstrasi
agar tidak terjaga.
Beberapa laku yang
saya lakukan 5 tahun terahir membuat
saya bisa sadar dalam mimpi atau mengetahui bahwa saya sedang bermimpi, tanpa saya terjaga. Namun tidak seperti beberapa mimpi yang kabur dan alurnya kusut, mimpi ini terang dan alurnya runut. Saya sedang lucid. Sadar dalam ketidaksadaran.
saya bisa sadar dalam mimpi atau mengetahui bahwa saya sedang bermimpi, tanpa saya terjaga. Namun tidak seperti beberapa mimpi yang kabur dan alurnya kusut, mimpi ini terang dan alurnya runut. Saya sedang lucid. Sadar dalam ketidaksadaran.
Karena lelah
menengadah (dan benar dalam mimpi lucid semua pengindra bisa
berfungsi seperti pada dunia nyata) saya memutuskan tidur terlentang
diatas lantai perpustakaan karena takjub bisa melihat Maria lagi.
Maria yang hadir dalam mimpi lucid saya bukan versi Maria
terahir raga kami bertemu di bulan November 2016. Maria yang datang
adalah Maria yang pertama kali saya temui di Malang tahun 2011. Dia
masih berteriak dan memerintah kami keluar dari gedung, bayi
laki-laki yang dia gendong justru tertidur pulas di pelukannya.
Informasi dalam alam lucid tidak seperti dunia raga manusia.
Dalam dunia raga manusia, kita dibatasi dengan persepsi sehingga
membutuhkan konfirmasi untuk sebuah informasi. Bayi yang digendong
Maria, contohnya, tanpa diberitahu melalui bahasa dan dengan hanya
melihatnya dari perpustakaan, saya tahu bahwa dia laki-laki.
Enam tentara yang
bukan bagian dari kelompok tentara pertama datang dari pintu.
Sementara Maria tetap menyuruh kami keluar dan dia menekankan kata
“keluar” dengan keras. Ada pintu keluar darurat di belakang
perpustakaan dan pintu ini terhubung dengan balai kota. Walaupun
keberadaan pintu ini belum diberikan di mimpi-mimpi sebelumnya, namun
informasi di dunia lucid bisa saya unduh secara otomatis untuk
menambah konteks. Bayangkan saja Neo dalam dunia Matix.
Saya berteriak
menanggapi perintah Maria.
“Kalau keluar,
kami harus lewat pintu mana?”
Mata Maria kemudian
menuju ke arah saya, dan untuk pertama kalinya sejak november 2016
kami beradu pandang. Saya bahagia dan berusaha sedemikian rupa agar
tidak terlampau bahagia yang bisa menyebabkan saya terjaga. Dia
tersenyum, tanda mengetahui bahwa saya sudah paham apa yang dia
maksud. Salah satu cara untuk tetap berada pada lucid dream
adalah dengan cara menyadari tanpa menilai. Bahasa di alam ini lebih
baik tidak ditafsirkan terlalu rumit seperti bahasa-bahasa di alam
raga manusia yang memiliki niat-niat tersembunyi. Untuk berkomunikasi
dan memahami komunikasi, kita hanya butuh menggunakan rasa tanpa
memberi nilai pada rasa tersebut dan seharusnya cara ini juga
dilakukan di alam raga.
“Ya. Saya akan
bimbing kamu. Tapi tolong jaga bayi ini.” Katanya.
Saya berusaha tidak
berkedip demi tetap memandang Maria. Toh sebenarnya mata raga saya
sedang terpejam dan saya tidak perlu berkedip membasahi mata. Dari
lantai 6, Maria melempar bayi dalam selimut putih. Bayi tersebut
mengapung di udara dan perlahan-lahan turun seperti layang-layang
yang benangnya putus. Sangat perlahan dan jatuh ke pelukan saya yang
masih rebahan di lantai. Saya melihat bayi itu di dekapan saya.
Kemudian saya sadar saya masih ingin melihat mata Maria, namun ketika
pandangan saya beralih dari bayi menuju ke Maria tiba-tiba saya tubuh
saya lumpuh (paralysis) hubungan
kami seketika terputus dan saya tidak sempat melihat Maria lagi atau
menjangkau pintu darurat.
Karena saya
terlampau bahagia atau karena sudah pukul lima pagi, sebenarnya tidak
semuanya bisa dikendalikan, termasuk ketika saya ingin melihat mata
Maria lagi sebagai ucapan terima kasih, saya malah terbangun kembali
di kamar di Yogyakarta tanpa bayi di dekapan.
Di sebelah tempat
tidur, ada buku dan pena yang memang selalu selalu saya letakkan di
sana. Kadang saya mencatatat beberapa mimpi lucid yang vivid
atau terlihat samar-samar karena jika tidak didokumentasikan runutan
kisahnya bisa hilang. Kadang saya menulis di buku untuk mencatat
emosi yang muncul jika pada malam hari ketika saya terbangun dan
tidak bisa tertidur kembali. Pagi ini saya memilih tidak segera
menulis. Alih-alih saya tetap diatas tempat tidur sambil terus
mengingat-ingat rincian tempat dan kisah mimpi tadi. Ini cara saya
mendokumentasikan mimpi bertemu dengan Maria.
Saya juga punya
pilihan menghidupkan data telepon pintar dan memecahkan simbol-simbol
yang hadir dalam mimpi. Dunia (bukan bumi) memang tidak sesederhana
yang selama ini kita lihat dan pahami. Waktu tidak linier bergaris
lurus dengan urutan masa lalu, sekarang dan masa depan. Saya bisa
berbicara dengan diri saya sendiri 10 tahun yang lalu di masa
sekarang atau saya bisa meminta saran dari diri saya di masa depan
hari ini. Ruang, waktu dan alam yang disediakan di dunia berlipat dan
berlapis, bahkan ruang, waktu dan alam yang disediakan saling
bersinggungan tanpa bersentuhan.
Untuk mimpi kali
ini, saya cukup menafsirkan bahwa Maria masih menjaga kami.
Al-Fatihah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar