Laman

Kamis, 12 Juli 2018

350

Pikiran bunuh diri muncul lagi.
Walaupun tidak sesering dan berulang-ulang seperti saat berumur 11 tahun ketika saya tidak punya kuasa, kekuatan dan bahasa mengungkapkan perasaan ini kepada kedua orang tuaku.

Saya duga.
Setelah semua berlalu dan mendapat penerimaan penuh dari keluarga, maka semua akan baik-baik saja. Karena sebenarnya tidak satupun yang saya takuti ketika ibu ada disamping dan membela.

Ternyata saya salah.
Saya ingat, ketika diagnosa penyakit mental saya diterbitkan oleh psikiatri beberapa tahun lalu yang menjadi jembatan saya berani bicara dengan bapak dan ibu. Psikiatri diberi resep obat penenang. Satu pil saya tenggak dan ahirnya saya bisa tidur 5 jam kemudian terbangun buang air kecil dan minum kemudian tidur lagi selama 5 jam berikut. Saya bangun dan merasa segar seperti baru diinstal ulang.

Tidak butuh waktu lama.
Saya melihat wajah ibu yang berubah. Dia sedih. Mungkin merasa gagal. 12 pil yang diresepkan oleh dokter hanya diminum satu kali. Saya tahu, ternyata pil ini tidak menyembuhkan. Pil ini hanya memindah penyakit saya menjadi penyakit ibu.

Sejak itu.
Saya bertekat melawan tanpa obat. Toh sebenarnya saya tidak sakit, dunialah yang sedang tidak baik-baik saja. Setahun kemudian saya memutuskan jadi vegetarian. Entah apa alasannya. Saya hanya mengikuti naluri.

Setelah sebelumnya berbagi tentang kondisi ini hanya kepada 2 kawan, ahirnya awal bulan Juli saya berani bercerita di depan kantor. Pilihan saya cuma dua, bercerita dan mengungkapkan keluh kesah tanpa berharap akan ada penyelesaian masalah atau saya harus berhenti dari kantor untuk mencari jalan pulih. Ada rasa luar biasa legah setelah saya bercerita dengan teman-teman, juga rasa terkejut melihat mereka terkejut dengan cerita saya dan keinginan bunuh diri ini.


Saya bisa saja terus merancu tentang apa yang terjadi, tentang kekerasan yang saya alami dan juga dialami oleh perempuan lain. Tentang kebohongan yang dilakukan oleh orang-orang yang saya beri kepercayaan dan saya biarkan merumuskan masa depan saya. Pada Agusuts 2014, satu-satunya orang yang bisa membuat saya tertawa 'Robin Williams', mengahiri hidup di tangannya. Maka hari ini saya memilih untuk pulih dan melawan iblis di dalam diri. Selama rentang waktu ini pula, saya melihat bahwa kesehatan mental sering disalahtafsirkan yang menyebabkan penanganan, cara memperlakukan dan menanggapinya justru memperparah kondisi personal tersebut.

Dalam tulisan ini saya hanya ingin menuliskan apa saja yang sudah dilakkukan dan di mana saya sekarang berada.


Apa yang terjadi saat ini:

  • Kadang saya bangun dan tidak ingin melakukan apapun,saya hanya diam di ranjang tanpa keinginan melakukan apapun hari itu. Beruntunglah ruang kerja saya virtual sehingga saya tidak punya kewajiban hadir kantor. Biasanya siang atau sore hari saya akan bilang kalau sinyal di rumah sedang tidak baik.
  • Pikiran bunuh diri muncul, walaupun tidak sesering ketika saya remaja dan tidak tinggal lama. Biasanya terjadi 2 bulan sekali dalam waktu kurang dari 10 menit. Pikiran ini bahkan sudah berwujud aksi. Yaitu mencari informasi cara bunuh diri yang menyebabkan mayat saya nantinya akan terlihat baik-baik saja. Jangan buruk sangka, saya memikirkan ini untuk megurangi beban keluarga dari tekanan masyarakat (jika saya melakukan aksi bunuh diri). Sampai saat ini yang paling aman adalah racun (tanpa merk), karena organ luar akan utuh hanya merobek dinding lambung, dan membiarkan asamnya mengalir ke hati, melukai hati kemudian mengaliri semua darah dengan racun selanjutnya (tahap kedua, ya.... meminum racun merk lain) dan menghentikan jantung. Saya juga sudah mengumpulkan buku tabungan dan kontrak asuransi, STNK, BPKB, BPJS agar abang saya tidak perlu pusing mencairkan polis asuransi saya kelak.
  • Menolak semua bentuk emosi dan juga memutus hubungan romantis. Saya tidak siap dan entah sampai kapan akan siap. Baik yangyangan maupaun hubungan romntis lainnya membuat emosi saya kacau.
  • Untuk mengendalikan emosi, saya tidak hadir dalam undangan pernikahan, melihat bayi yang baru lahir dan lalayu ke orang meninggal. Semua pekerjaan yang berhubungan dengan emosi, membuat kartu ucapan dan menulis ucapan bela sungkawa saya delegasikan pada kawan kerja. 
  • Karena menolak memiliki emosi, saya paling tidak suka diberi cerita inspirasiyonal. Kisah-kisah inspirasiyonal justru membuat saya tercerabut dari tubuh dan pengalaman tubuh saya. Saya juga tidak menikmati musik, baca novel, melihat film karena alur ceritanya bisa ditebak tapi tetap bisa menggungah emosi.
  • Cakra ke 5, Vishuddi sering berasa terbakar dan aktif. Rasanya panas dan perih. Saya sulit menelan karena ini. Tiroid tidak seimbang.
  • Keinginan makan daging menguat. Saya sedang berjuang untuk hal ini.
  • Kadang tidak mau makan dan berpengaruh ke pencernaan sampai perut besar dan kembung, bloated. Hanya berisi gas dan membengkak tertutama di perut bagian atas.
  • Merasa sangat minder dan tidak punya percaya diri, karena harus merawat 350 anggota, sementara saya sendiri limbung, tidak punya pijakan. Ada keinginan kuat meninggalkan pekerjaan ini.
  • Tidak nyaman dengan kampanye penyelamatan lingkungan yang dilakukan dengan agresif dan penuh ketakutan baik itu kampanye mengurangi penggunaan plastik atau kampanye vegetarian-vegan. Namun juga berkomitmen mengembalikan CO2 sampai 350 PPM (Part Per Million). 
  • Saya berada di usia dimana banyak orang-orang terdekat meninggal dan yang saya masih berkabung dengan meninggalnya Bapak dan dua sahabat saya. Bagi saya yang tidak banyak mendapat penerimaan di masyarakat, kehilangan orang tercinta sangat berat karena itu berarti saya kehilangan figur aman. Figur yang menerima saya tanpa meminta saya berpura-pura.
  • Saya berada dibawah bimbingan 2 Pandita yaitu 2 orang pemuka agama yang sudah melepas hidup duniawi. 


Apa yang sedang saya lakukan:

  • Tetap berlatih meditasi Vipasana. Rentang waktu bersila adalah 30 - 70 menit. Seminggu 3 kali.
  • Berlatih yoga sendiri (self practice) kebanyakan Yin dan restoratif. Ashtanga masih saya gunakan seminggu sekali.
  • Melepas mengajar kelas reguler (sudah hampir satu tahun). Saya menikmati mengajar dan berbagi kemampuan dan pengetahuan. Namun, saya tidak menikmati perasaan melekat dengan murid, termasuk rasa bersalah ketika saya harus bekerja keluar kota dan meninggalkan kelas. Ini menyebalkan.
  • Mengikuti terapi ERT (Emotional Release Therapy). Saya menolak psikolog dan psikiatri karena pendekatan mereka yang metodis dan konservatif serta sebagai profesional mereka bias nilai alias membawa nilai-nilai agama konservatif mereka dalam ruang konseling.
  • Menghapus semua akun on-line dating.
  • Menghapus beberapa teman di facebook dan tidak mengkorfirmasi permintaan teman baru. Teman baru - walaupun sudah bertemu secara fisik di dunia nyata - kadang suka sirkus memposting ujaran atau ajakan kebencian yang rasist, seksist, homophobia, transphobia, xenophobia, dan phobia-phobia lain. Sehingga saya merasa aman berada di facebook dan media sosial lain.
  • Menulis jurnal yang berisi emosi dan perasaan. Karena jurnal ini pula saya bisa mengetahui quantitas dan qualitas keinginan saya bunuh diri. Menulis lagi di blog karena narasi negara dan jurnalis tidak mewakili narasi saya.
  • Mencari guru meditasi maupaun guru yoga. Saya ingin dibimbing dan belajar terus.
  • Mengungkapkan masalah keinginan bunuh diri ini kepada teman dan kawan kerja dan berdiskusi dengan mereka. Gratis, aman, tanpa penghukuman, banyak cemilan dan cengegesan terus. Termasuk.... boleh mengumpat dan menyebutkan nama-nama alat kelamin dalam berbagai bahasa daerah.
  • Saya mengedepankan pengobatan alternatif non-obat dan membangun ruang aman, berdiskusi dengan orang-orang tertentu. Garis bawah orang-orang tertentu.


Apa yang saya inginkan:

  • Penerimaan. Penerimaan bukan berarti dipuji dan dibuatkan panggung, tapi juga bebas dari segala pertanyaan. Pertanyaan tentang tubuh, tentang pilihan, tentang apapun yang tidak pernah ditanyakan kepada orang-orang lainnya. Pertanyaan ini membuat saya merasa berbeda dan teralienasi. Liyan yang di-liyan-kan lagi. Sejatinya saya cuma mau menjawab pertanyaan pribadi kalau penanyanya adalah Midha dan Niken yang sudah jadi kawan saya sejak lama dan ada dalam satu gerakan bersama dan suka bawa cemilan MSG. Lasita juga sering tanya-tanya tapi nanyaknya biasa aja gak pertanyaan-pertanyaan aneh-aneh penuh manuver. Paling Lasita tanya "Sekarang sedang mengerjakan projek apa?" dan lain-lain.
  • Rasa aman dan nyaman dari ancaman dan gangguan.
  • Ingin menikmati hubungan romantis lagi seperti dulu atau mungkin lebih nikmat lagi.
  • Guru, pembimbing dan kawan, Kalyana Mitra namun juga tidak melekat dengan mereka.
  • Saya ingin makan dengan normal lagi. Saya ingin selera makan saya kembali.
  • Saya masih ingin berlatih yoga dan terkoneksi dengan tubuh saya sendiri sebelum terkoneksi dengan hal-hal lain di luar tubuh saya.

Penyakit mental datang dengan bebagai bentuk dan wajah, hanya karena saya tersenyum, bukan berbarti saya baik-baik saja. Kadang saya tersenyum dan tertawa justru untuk menutupi kebimbangan saya. Memang paradoks, saat saya tidak mau ditanyai macam-macam saya justru hadir dengan tulisan ini.

Semoga kawan-kawan bisa memahami, seperti ahirnya saya juga memahami bahwa penyakit mental perlu diutarakan dan diungkapkan.

Jika ada yang menghubung-hubungkan keadaan saya dengan hal-hal yang tidak relevan; contoh: Saya gendheng karena perceraian kedua orang tua saya (padahal orang tua saya tidak bercerai. ini hanya contoh); niscaya saya tidak segan-segan untuk menyantet Anda. No-judge. Hadirkan dan sadari kisah ini, semampu dia mengungkapkan dirinya. Tidak perlu memahaminya, nanti kalian loh yang setres.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar