Untuk Sang Kapten,
Aku menulis surat ini sebelum kamu pergi tidur. Aku selalu berharap semoga kau selalu baik-baik saja dalam semua kesibukan dan aktivitasmu. Aku bisa paham, tidak hanya fisikmu tapi mentalmu sudah mulai lelah.
Tiga belas tahun kamu memimpin dan menjadikan kapal yang kau ketuai mendapat sukses besar. Sangat besar. Semua ramalan tentang tangan dinginmu yang akan mengatasi semua masalah ternyata benar. Bahkan disaat tersulit saat kau harus koma dan dirawat tiga bulan di Rumah Sakit, kau punya semangat untuk cepat bangkit bersama teman-temanmu yang lain.
Kapten, kau selalu berusaha membuat orang lain bahagia. Tidak hanya orang tua dan kakakmu, tapi juga orang lain yang kemudian mereka menjadi akrab dan sangat emosianal denganmu. Mereka bahkan merayakan ulang tahunmu saat kau tidak bisa hadir.
Kamu sudah mewujudkan apa yang kamu inginkan dan apa yang banyak orang lain inginkan namun mereka tidak dapat wujudkan. Namun aku khawatir sangat, aku tahu banyak teman yang berprofesi sama denganmu mati karena bunuh diri. Beban kerjamu memang banyak. Walaupun kamu bekerja di bidang yang menunutut kreatifitas, aku tahu kreatifitasmu sudah dihargai materi. Kemudian sekali lagi aku nyatakan aku takut, kamu sudah kebas dengan uang, dengan pujian dan ucapan selamat dan kamu tetap harus menghadapi pekerjaan yang harus kamu selesaikan.
Empat tahun lalu kamu mengalami kecelakaan yang hampir membunuh salah satu rekan kerjamu. Aku baca entri kamu, jari tanganmu yang retak gara-gara kecelakaan itu sakit lagi, kemudian kamu menulis dalam entrimu 02 Maret 2011.
“Kecelakaan mobil meretakkan jariku, rasanya sepi dan tidak nyaman.
Sebenarnya ini terjadi karena aku ingin melakukan hal yang baik. Aku jadi benci liburan. Aku ingin jadi robot yang hanya bisa melakukan perintah. Aku ingin jadi seperti robot yang tidak pernah lelah, tidak dapat merasakan apapun.”
Sungguh aku ingin mengirim pesan padamu malam itu. Hanya sekedar mengucapkan selamat malam agar kau tetap semangat. Namun, kamu pasti bisa tahu bahwa aku baru saja membaca entrimu dan pendekatanku dengan cara apapun akan sia-sia ketika kamu sangat kecewa. Jadi kubiarkan kau mencerna semua pelajaran itu, sayang. Sampai hari ini pesan itu masih tersimpan di teleponku tanpa terkirim juga tanpa terhapus.
Aku bisa paham bahwa kamu kecewa ketika 4
temanmu memilih untuk berhenti dan tidak mengikuti kamu lagi, tapi kamu tetap berusaha memahami pilihan mereka dan menenangkan temanmu yang masih bertahan.
temanmu memilih untuk berhenti dan tidak mengikuti kamu lagi, tapi kamu tetap berusaha memahami pilihan mereka dan menenangkan temanmu yang masih bertahan.
Kamu berhak untuk bosan dan memilih jalanmu, Kapten. Kamu sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk orang lain. Jika kamu tidak mampu,maka biarlah aku yang menagih kebebasanmu sebagai manusia yang berperasaan. Kelak kamu akan berkarya lagi. Mengabarkan hal-hal yang lebih dalam dan lebih bermakna. Kemudian kamu akan tetap jadi pemimpin yang jauh lebih bijaksana.
Aku dengar kau akan rehat sejenak pertaengahan tahun depan. Dua tahun rehat, aku berharap kamu dapat mengalami dunia dari sudut pandang lain yang tidak didefinisikan orang-orang di sekelilingmu. Untuk saat ini aku akan selalu mendukungmu bahkan jika kau memutuskan berhenti mendengarkan semua kata-kataku. Aku selalu mendukung pilihanmu. Kelak kamu akan memilih bajumu sendiri. Memilih kata-kata yang harus kau ucapkan dan memilih diksimu sendiri saat menyatakan perasaanmu padaku. Aku hanya bisa menjagamu lewat doaku. Disanalah kelak kita berpulang.
Tetaplah jadi “The Special one”, my captain, my love.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar